Saya terus terang heran bercampur miris melihat sebagian teman atau pihak yang begitu antusias dengan terpilihnya sosok Barack Obama sebagai elected president AS ke-44 menggantikan Bush. Lebih miris lagi, ketika malam tadi menyempatkan diri melihat berita pelantikan Obama di Washington, ternyata juga dimeriahkan dengan “syukuran” beberapa kelompok masyarakat di Indonesia. Gegap gempita masyarakat AS menyambut sang presiden baru ini kongruen dengan gegap gempitanya sebagian kelompok masyarakat dunia yang begitu yakin munculnya angin perubahan dari AS sesuai janji Obama saat kampanye dulu. Kekecawaan yang sempat tersirat muncul saat Obama bungkam menyikapi agresi Israel ke Palestina awal tahun ini langsung pupus berganti dengan kemeriahan dan tumpuan harapan baru bagi sang persiden african-america ini. Apakah memang kita layak menyematkan harapan setinggi itu pada Obama ?
Secara pribadi, jawaban saya tentu saja TIDAK ! Dalam kaitannya dengan hubungan AS dengan dunia, Obama atau siapapun tetap akan membawa dan terbawa sistem dinegara mereka yang selama ini memang agresif terhadap siapapun yang tidak kompromistis dengan kepentingan mereka. Bush dan Obama hanya berbeda pada level superficial dan fenotipik belaka. Value dari kebijakan Bush, tetap akan mendominasi luaran-luaran kebijakan Obama, mulai dari masalah Irak, Afganistan, Israel, atau lebih generik, masalah hubungan AS dengan dunia Islam. Harapan baru tidak akan terbit dari sosok Barack Obama !
Dalam kasus Irak, janji penarikan pasukan AS di Irak tidaklah menyelesaikan masalah di Irak. Obama seolah membenarkan sikap agresi Bush ke Irak meski dia menyebutkan lemah dalam sisi pendekatan politik pasca agresi militer. Dalam situsnya (www.barackobama.com), Obama terang-terangan membela agresi tersebut dengan kalimat adjactive yang dramatis, “Our troops have heroically helped reduce civilian casualties in Iraq to early 2006 levels”. Obama tidak sadar, justru kesalahan awal AS adalah dengan “mencampuri” urusan dalam negeri Irak yang menyerang atas nama kemanusiaan atau menyelamatkan jutaan warga Irak dari rezim Sadam Hussein. Dengan sikap ini, Obama setidaknya membenarkan bahwa Irak memang pantas diganyang, dan Bush sukses menggunakan kekuatan militer AS untuk mengganyang Irak. Obama berniat “melanjutkan” pengganyangan tersebut dari sisi politik yang dikenal dengan “soft power’. Tentara Irak ditarik ke garis belakang, lalu dikerahkan diplomat-diplomat ulung untuk menanamkan kuku-kuku kapitalis di negeri seribu satu malam tersebut. Bush membuka pintu Irak bagi Obama. Dan bukannya memperbaiki pintu dan pergi dari negeri tersebut, Obama justru memanfaatkan celah tersebut untuk masuk dan menyisipkan kepentingan politik dan ekonomi AS.
Kasus Afghanistan setali tiga uang. Obama berkali-kali masih menegaskan bahwa Al-Qaeda adalah buruan dalam hal pemberantasan terorisme di dunia ini. Dalam pidato pada saat pelantikan semalem pun, Obama kembali menyiratkan hal tersebut meski hanya dengan sepotong kalimat “We are the keepers of this legacy. We will not apologize for our way of life, nor will we waver in its defense, and for those who seek to advance their aims by inducing terror and slaughtering innocents, we say to you now that our spirit is stronger and cannot be broken; you cannot outlast us, and we will defeat you !’
Tambahan lagi, dalam http://www.barackobama.com, berkali-kali mantan senator tersebut menegaskan kata Al-Qaeda dalam program-program yang diusungnya. Membunuh dan menangkap Osama Bin Laden masih jadi prioritas terkait kebijakan AS di Afghanistan meski dia bungkus dengan istilah “menciptakan keamanan”. Terang-terangan dia menyebutkan : .”..to kill or capture Osama Bin Laden and others involved in the 9/11 attacks !”
Lalu tentang Israel ?
Bagi yang belum cukup bisa menyimpukan kebungkaman Obama saat agresi Israel kemarin, banyak fakta lain yang bisa disodorkan bahwa Obama ataupun Bush akan tetap lebih ‘pro’ Israel, ketimbang berada di tengah dalam krisis Palestina-Israel. Fakta pertama, (lagi-lagi) dalam situsnya, Obama menegaskan beberapa hal terkait kebijakan luar negerinya terkait isu Israel. Berikut kutipannya dari http://www.barackobama.com/issues/foreign_policy/index.php#onisrael (maaf saya malas menterjamhkan ^_^):
- Ensure a Strong U.S.-Israel Partnership: Barack Obama and Joe Biden strongly support the U.S.-Israel relationship, believe that our first and incontrovertible commitment in the Middle East must be to the security of Israel, America’s strongest ally in the Middle East. They support this closeness, stating that that the United States would never distance itself from Israel.
- Support Israel’s Right to Self Defense: During the July 2006 Lebanon war, Barack Obama stood up strongly for Israel’s right to defend itself from Hezbollah raids and rocket attacks, cosponsoring a Senate resolution against Iran and Syria’s involvement in the war, and insisting that Israel should not be pressured into a ceasefire that did not deal with the threat of Hezbollah missiles. He and Joe Biden believe strongly in Israel’s right to protect its citizens.
- Support Foreign Assistance to Israel: Barack Obama and Joe Biden have consistently supported foreign assistance to Israel. They defend and support the annual foreign aid package that involves both military and economic assistance to Israel and have advocated increased foreign aid budgets to ensure that these funding priorities are met. They have called for continuing U.S. cooperation with Israel in the development of missile defense systems.
Fakta lain ? mari kita rujuk sama-sama komentar calon Menteri Luar Negeri-nya Barack Obama mendatang di CNN beberapa waktu lalu, Hillary Clintonmenyatakan bahwa dia akan mendukung Israel serta tidak akan berbicara dengan Hamas, sampai Hamas mengakui Israel dan sejata Hamas dilucuti. Lalu dia mengulang lagi pernyataanya itu sebagai sesuatu yang absolut tidak akan pernah dirubah. Rasanya bagi kita sudah cukup jelas dimana posisi Obama pada konflik Israel-Palestina ini. Dan nasib konflik di Timur Tengah tidak akan pernah berubah dengan kepemimpinan Obama.
Taken together, hubungan AS dengan dunia Islam pun tidak akan jauh berbeda di bawah kepimpinan Obama. Satu kalimat simpatiknya pada pidato pelantikannya semalam memang seolah menyiratkan janji perbaikan hubungan dengan dunia Islam. Akan tetapi, rentetan fakta dan indikasi lainnya juga tidak kalah kuat memberikan isyarat kondisi yang sama dengan pemerintahan Bush.
Pertama, mari kita ingat bersama ketika Obama begitu kelabakan dan kebakaran jenggot menanggapi lawan-lawan politiknya yang menuding dia sebagai “muslim”. Bahkan Obama begitu berang ketika nama tengahnya dijadikan senjata oleh McCain untuk memperkuat tudingan tersebut, Barrack Hussen Obama ! Sikap Obama tersebut setidaknya menunjukkan bahwa Obama tidak jauh berbeda dengan kebanyakan warga AS yang terlihat phobia dengan muslim atau Islam. Obama begitu ‘sibuk’ membela diri dan menyangkal bahwa dirinya tidak ada kaitannya dengan muslim atau Islam. Bahwa dia hanya secara ‘kebetulan’ dibesarkan dalam keluarga muslim di Indonesia. Bahkan dengan lebih tegas lagi, dia menyebutkan bahwa ayahnya meskipun muslim tapi adalah sosok yang sekuler. Dengan kalimat lain, Obama seolah ingin berkata ke pendukungnya “Please do not be afraid with me, I am not a moslem !”. Kalimat ini bisa dimaknai dengan : “moslem membuat orang menjadi takut dan phobia !”
Obama menyingkirkan, menyembunyikan, dan membuang jauh-jauh relasi sejarahnya dengan kehidupan dunia Islam agar elektabilitasnya meningkat di mata publik. Sebesar dan setinggi apapun janji seorang Obama kepada konstituenya, dia tidak akan terpilih jika dia menyandang sosok muslim. Jika sejak awal Obama sudah di-indapi mental seperti ini terhadap muslim, maka jelas tidak ada harapan besar bagi dunia Islam dengan kepemimpinan baru Obama di AS. Mental Obama sama dengan mental kebanyakan dunia barat terhadap Islam yang hanya membuat orang takut dan phobi (maaf saya berulang-ulang menegaskan ini). Jika Obama seorang negarawan sejati, tidak perlu dia menegasikan catatan sejarah kedekatannya dengan Islam. Tidak perlu dia begitu “takut” nama tengahnya dijadikan komiditi politik untuk menjatuhkan karirnya.
Jadi, mari kita simpan dan tutup rapat kembali harapan yang ada bagi Obama. Lidah Obama yang pernah mengenyam bakso ataupun rambutan saat di Indonesia, bukan jaminan merubah kebijakannya lebih pro dengan Indonesia ataupun Umas Islam. Jangan lagi terlalu berharap bahwa Obama akan serta merta merubah dunia ini, menggeser ketidaksimetrisan konflik di timur tengah, merubah pandangan negatif tentang Islam, atau melepaskan kuku-kuku kapitalisnya dari Indonesia. Kata Timbul Srimulat, itu hanyalah “hil yang mustahal !”. Dalam konsepsi Islam yang saya yakini, tentu semua perubahan itu hanya datang dari Allah jika kita sendiri yang merubahnya, bukan orang lain, bukan pula seorang Barack Hussen Obama !
betul!
Hallo Yo!!Kemungkinan besar ya gitu deh!!!….tapi yang bikin aku miris saat Obama menang!!! Sebagian anak2 di indonesia bersorak-sorai memeriahkannya (hanya gara2 dia pernah tinggal di indonesia:may be). Sedangkan dalm waktu yang berdekatan “bung Tomo” penggugah gerakan kemerdekaan, diangkat sebagai pahlawan dan disambut dengan “adem ayem” aja……wah lieur abdi mah!!! Menilik argumentasi di atas mang Obama sama aja dgn yang lain, yang beda cuma “kesingnya” doang pake warna Black Juwet!!(hitam menarik tapi sepet dan masem). Dah lupa ama buah Juwet/Duwet/Gohok?????He2
wah ulasan yg sangat menarik nich. terima kasih2. saya mengambil banyak hikmahnya. semoga indonesia dan islam semakin kuat, dalam hati kecil saya jg berharap smg dunia islam bersatu di bawah 1 kepemimpinan khilafah yang sangat mementingkan negara2 anggotanya. betapa indah, jika 1 bagian merasa sakit, maka bagian2 yang lain pun merasakan sakitnya itu, dan mereka bersatu…amiin
matur nuwun mas atas kunjungannya ^_^